Jumat, 07 Mei 2021

Politik Identitas dan Multikulturalisme

Dinamika Politik Identitas dan Multikulturalisme di Indonesia


Setiap negara pasti memiliki dimensi keejarahan identitas dan politik identitas tersendiri, termasuk di negara Indonesia. Dewasa ini varian politik identitas sudah tidak bisa dibaca dalam skala makro berupa relasi kuasa dan masyarakat, melainkan juga berupa dialektika dan interaksi yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Menurut Husniyatus Salamah, hanya ada dua living convlict yang biasa terjadi di Indonesia, yakni pertama terkait paham ideologis agama dan nasionalisme, dan kedua terkait konflik etnisitas penguasa ekonomi di Indonesia.

Living religious issues sering kali dijadikan sebagai strategi pemenangan utama dalam kontestasi politik baik tingkat pusat maupun tingkat lokal. Hal tersebut dikarenakan pemahaman mengenai agama bisa mematahkan rasionalitas etnis yang dipegang oleh pemilih pada saat menentukan pilihan politiknya.

Pasca reformasi politik identitas keberagamaan dibangun sebagai wujud yang hidup untuk membangun masyarakat. Tetapi realitanya pasca reformasi politik identitas nasional meredup, karena secara tidak langsung demokratisasi liberal mulai dijalankan di Indonesia. Hal terebut ditunjukan dengan adanya kecenderungan kembalinya corak pemikiran islam konservatif di Indonesia.

Pada tahun 2013, Martin Van Bruinessen, dalam bukunya yang berjudul “Islamic Conservative Turn” (kembalinya gerakan Islam konservatif di Indonesia) ia menjelaskan bagaimana Islam kembali menjadi ruang kontestasi politik, diskursus publik yang mempengaruhi persepsi masyarakat Islam, sertamengenai plitik keberpihakan pada idntitas tertentu. Dalam buku tersebut terdapat empat kerangka penting. Pertama, pembacaan terhadap Majelis Ulama Indonesia dalam konteks otoritas keberagamaan yang banyak menggunaan legitimasi Majelis Ulama Indonesia dalam berbagai kontestasi politik di Indonesia.  Kedua, pembacaan terhadap aderisasi dan proyeksi gerakan untuk membangun negara Islam. Ketiga, transnasional linkage gerakan-gerakan radikal di Indoneia.Keempat, memudarnya peran kelompok moderat di dalam ruang publik.

Living conflict yang trjadi di Indonesia selalu memberikan asumsi adanya kegagapan kebijakan pemerintah dalam mengatasi identitas keberagamaan, serta semakin menunjukkan adanya  kekhawatiran akan kalahnya identitas-autentik masyarakat islam Indonesia.

Kontestasi politik identitas berbasis keberagamaan akan berdampak buruk bagi kerukunan umat beragama di Indonesia. Sebagai jalan keluar dari permasalah tersebut terdapat beberapa hal yang dapat diterapkan, pertama setiap elit politik hendaknya memiliki tingkat kecerdasan, sensitivitas, dan sensibilitas budaya terhadap berbagai isu sosial yang terjadi. Kedua untuk memperkuat rasionalitas pubik, perlu diberikannya  edukasi kepada masyarakat mengenai cara ideal dalam merespons setiap sensitive issues (SARA) yang terjadi di ruang publik. Ketiga, semua elemen bangsa terutama para elit politik harus lebih berperan aktif-partisipatif dalam mengkaji dan mengtasi persoalan politik identitas yang terjadi di Indonesia.

Mengutip dari isi pidato ilmiah Syafi’i Maarif, “politik identitas sejatinya tidak akan merusak apabila penghayatan terhadap identitas universal ke-Indonesiaan tidak diletakan pada ruang pragmatisme dan di awang-awang. Nilai identitas univesal dihayati sebagai sikap kolektif yang dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebaliknya akan sangat berbahaya apabila pemaksaan atas nama identitas tertentu dibiarkan oeh mereka yang memiliki tanggung jawab menjaga dan memelihara universalitas identitas-plural yang ada di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Politik Identitas dan Multikulturalisme

Dinamika Politik Identitas dan Multikulturalisme di Indonesia Setiap negara pasti memiliki dimensi keejarahan identitas dan politik identi...