Pondok Pesantren Sebagai Basis Pendidikan Politik Santri di Indonesia
Pondok pesantren merupakan
suatu institusi sosial yang akomodatif terhadap perkembangan sosio kultural
nasional maupun global. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan keagamaan
tertua dan asli Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren kini telah
mengalami berbagai perubahan sehingga banyak pesantren yang menamakan dirinya
sebagai pesantren modern. Pesantren modern, dapat dibedakan dengan pesantren
tradisional, dengan mengacu pada sistem pondok pesantren yang menyatukan
pengajaran Islam dan pendidikan umum. Istilah pesantren modern ini muncul
beriringan dengan berdirinya Pondok Pesantren Gontor yang tidak hanya
menekankan pada pembelajaran agama, tetapi juga pada ilmu-ilmu umum, namun
tetap menggunakan sistem asrama atau pondok bagi para santrinya (Dhofier,
2005).
Pondok Pesantren secara etimologi (tata bahasa) berasal dari kata pondok dan pesantrian, pondok dalam bahasa jawa berarti bangunan sederhana dari bambu atau kayu, dan dalam bahasa arab funduk yang artinya hotel atau penginapan, sedangkan pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan "Pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu (Zamakhsyari Dhofier, 1983).
Pondok pesantren merupakan wujud dari lembaga pendidikan yang berakulturasi dengan budaya lokal yang ada, yang telah dilakukan sejak pesanten berdiri di Indonesia. Pondok pesantren telah dianggap sebagai model institusi pendidikan yang memiliki banyak keunggulan, baik dari aspek tradisi keilmuannya yang merupakan salah satu tradisi agung, maupun dari sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam. Sehingga pesantren telah menjadi semacam local genius. Pondok pesantren menjadi alternatif pendidikan di tengah banyaknya problematika kegagalan lembaga pendidikan lain dalam membina moral dan life skill. Hal tersebuit juga menjadikan pola atau sistem pendidikan pesantren telah banyak diadopsi sebagai model pendidikan baru di Indonesia, seperti pesantren perguruan tinggi dan pengasramaan siswa taruna.
Kehadiran pondok pesanten di
bumi Nusantara menjadi sangat menarik, karena terbentuk oleh dua alasan. Pertama, didirikannya pondok pesantren
ditujukan untuk mentransmisi atau menyebar luaskan ajaran universalitas Islam
ke seluruh pelosok bumi Nusantara. Kedua,
pondok pesantren hadir sebagai repon terhadap situasi dan kondisi sosial
kultural masyarakat yang dihadapkan pada permasalahan degradasi moral, yang
ikut merubah kontrusksi sosial yang ada dalam masyarakat.
Pondok pesantren memiliki kontribusi
besar dalam dunia pendidikan politik bagi para santri, hal tersebut ditujukan agar
para santri tidak terjebak dari pragmatisme politik praktis, karena hakikatnya
politk adalah suatu alat atau media yang
baik untuk mencapai tujuan hidup bernegara yang baik, namun kerap kali politik
dijadikan sebagai untuk mendapatkan kekuasaan dan melanggengkan kekuasaan yang
di dapat, sehingga tujuan politik menjadi tidak tepat. Maka dari itu penting
adanya pendidikan politik yang baik untuk mengembalikan fitrah dari tujuan
politik. Pendidikan politik bisa dimulai dari membina kesadaran warga negara
Indonesia, termasuk warga pesantren di seluruh Indonesia akan “ HAK” dan “ KEWAJIBAN
“ sebagai warga negara.
Pendidikan politik disebut pula sebagai political forming atau politis chae bildung. Disebut “forming” karena terkadung intensi untuk membentuk insan politik yang menyadari status atau kedudukan politiknya ditengah masyarakat. Dan disebut “Bulding” pembentukan atau pendidikan diri sendiri, karena istilah tersebut menyangkut aktivitas : membentuk diri sendiri, dengan kesadaran penuh dan tanggung jawab sendiri untuk menjadi insan politik. (Kartono, 2009:63).
Pendidikan
politik adalah upaya edukatif yang internasional, disengaja dan sistematis
untuk membentuk individu sadar politik, dan mampu menjadi pelaku politik yang
bertanggung jawab secara etis atau moral dalam mencapai tujuan-tujuan politik
(Kartono,2002:64). Fungsi pendidikan
politik menurut Kartini Kartono (2009:57) adalah memberikan sumbangan
besar terhadap roses demokrasi yang semakin maju dari semua individu (rakyat)
dan masyarakat atau struktur kemasyarakatan. Dengan prinsip-prinsip realistis,
lebih manusiawi, dan berlandaskan hukum formal dalam menggalangkan komunitas
politik yang modern.
Menurut
Kartini Kartono (2009:698-69) terdapat dua tujuan utama pendidikan politik. Pertama, membuat rakyat (individu,
kelompok, klien, anak didik, warga masyarakat, rakyat) mampu memahami situasi
sosial politik penuh konflik, berani bersikap tegas memberikan kritik membangun
terhadap konsep masyarakat yang tidak mantap, aktivitasnya diarahkan pada
proses demokratisasi individu atau perorangan dan demokratisasi semua lembaga
kemasyarakatan serta lembaga negara, serta sanggup memperjuangkan kepentingan
dan ideologi tertentu, khususnya yang berkolerasi keamanan dan kesejahteraan
hidup bersama. Kedua, memperhatikan
dan mengupayakan Peranan insani dari setiap individu sebagai warga negara
(melaksanakan relasi diri atau aktualisasi diri dari dimensi sosial),
mengembangkan semua bakat dan kemampuannya (aspek kognitif, wawasan, kritis,
sikap positif, keterampilan politik), Agar orang bisa aktif berpartisipasi dalam proses politik, demi
pembangunan diri, masyarakat sekitar, bangsa dan negara.
Dewasa
ini pesantren tidak dapat dipungkiri telah bergeser menjadi satu bagian penting
dari media kampanye para politikus yang sangat di perhitungan dalam electoral vote. Hal tersebut terbukti dengan
seringkalinya pesantren dijadikan sebagai dalil argumentatif dan afirmasi
politik oleh para politikus dalam upaya mendapatkan kekuasaan dalam kontentasi
politik baik pada tingkat lokal maupun tingkat nasional. Sebagai contoh yakni pada
Pemilihan Presiden tahun 2019, baik dari kubu Joko Widodo maupun dari kubu
Prabowo Subianto sama-sama menggunakan pesantren sebagai media kampanye mereka.
Berkaitan dengan tersebut, maka para santri di pesantren harus di bekali dengan
pendidikan politik yang baik, agar para santri mampu “melek” terhadap politik.
Pendidikan Politik menurut Kosasih Djahiri (1995:18) adalah pendidikan atau
bimbingan, pembinaan warga suatu negara untuk memahami, mencintai dan memiliki
rasa keterikatan diri (sense of belonging)
yang tinggi terhadap bangsa, negara dan seluruh perangkat kelembagaan yang ada
di Indonesia.
Adapun pendidikan politik di Indonesia telah diatur dalam Intruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik Generasi Muda (1982 :2), dalam isi dari Intruksi Presiden ini dijelaskan bahwa pada prinsipnya pendidikan politik generasi muda merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan bernegara guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa Indonesia.
Dewasa ini pendidikan politik
telah menjadi salah satu ragam pendidikan yang turut dibangun dan ditumbuh
kembangkan di pondok pesantren. Meskipun pendidikan politik tersebut tidak
dimasukan secara langsung ke dalam kurikulum ataupun sistem pendidikan yang
terdapat dalam pesantren. Namun, dengan adanya berbagai aktivitas seperti musyawarah,
pengkajian atau orasi ilmiah mengenai hukum, kenegaraan, hak asasi manusia,
permasdalahan sosio kultural masyarakat dan permasalahan mengenai perpolitikan
nasioanal, menjadikan pesantren sebagai
laboratorium pendidikan politik para santri. Nilai-nilai dasar pendidikan
politik yang telah diberikan akan sangat menunjang kehidupan mereka ketika dan
pasca menjadi santri, dalam hal memahami perpolitikan yang sedang bergulir,
menggunakan hak politik, menentukan orientasi politik, serta dalam
merepresentasikan hak dan orientasi politiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Aljabiri,
Muhammad Abid. 2001. Agama, Negara, dan
Penerapan Syariah. Yogyakarta:
Fajar Pustaka
Baru.
Kafrawi, H. 1978.
Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren.
Jakarta: Cemara Indah.
Siradj, Said
Aqil. 1999. Pesantren Masa Depan, Wacana
Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah.
Fealy, Iqbal,
Greg Barton. 2010. Tradisionalisme
Radikal Persinggungan Nahdatul Ulama-
Negara. Yogyakarta: LkiS.
Dhofier, Zamakhsyari. 1983. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan hidup Kyai.
Jakarta: LP3S.
Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar – Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta:
PT
Gramedia Pustaka
Utama.
Kartono, Kartini. 2009.
Pendidikan Politik Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa.
Bandung : CV. Mandar Maju.
Sunarso. 2007 . Pendidikan Politik dan Politik Pendidikan.
Yogyakarta: FISE UNY.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar