Jumat, 07 Mei 2021

Pesantren Sebagai Basis Pendidikan Politik Santri

Pondok Pesantren Sebagai Basis Pendidikan Politik Santri di Indonesia

Pondok pesantren merupakan suatu institusi sosial yang akomodatif terhadap perkembangan sosio kultural nasional maupun global. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan keagamaan tertua dan asli Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren kini telah mengalami berbagai perubahan sehingga banyak pesantren yang menamakan dirinya sebagai pesantren modern. Pesantren modern, dapat dibedakan dengan pesantren tradisional, dengan mengacu pada sistem pondok pesantren yang menyatukan pengajaran Islam dan pendidikan umum. Istilah pesantren modern ini muncul beriringan dengan berdirinya Pondok Pesantren Gontor yang tidak hanya menekankan pada pembelajaran agama, tetapi juga pada ilmu-ilmu umum, namun tetap menggunakan sistem asrama atau pondok bagi para santrinya (Dhofier, 2005).

Pondok Pesantren secara etimologi (tata bahasa) berasal dari kata pondok dan pesantrian, pondok dalam bahasa jawa berarti bangunan sederhana dari bambu atau kayu, dan dalam bahasa arab funduk yang artinya hotel atau penginapan, sedangkan pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan "Pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu (Zamakhsyari Dhofier, 1983).

Pondok pesantren merupakan wujud dari lembaga pendidikan yang berakulturasi dengan budaya lokal yang ada, yang telah dilakukan sejak pesanten berdiri di Indonesia. Pondok pesantren telah dianggap sebagai model institusi pendidikan yang memiliki banyak keunggulan, baik dari aspek tradisi keilmuannya yang merupakan salah satu tradisi agung, maupun dari sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam. Sehingga pesantren telah menjadi semacam local genius. Pondok pesantren menjadi alternatif pendidikan di tengah banyaknya problematika kegagalan lembaga pendidikan lain dalam membina moral dan life skill. Hal tersebuit juga menjadikan pola atau sistem pendidikan pesantren telah banyak diadopsi sebagai model pendidikan baru di Indonesia, seperti pesantren perguruan tinggi dan pengasramaan siswa taruna.

Kehadiran pondok pesanten di bumi Nusantara menjadi sangat menarik, karena terbentuk oleh dua alasan. Pertama, didirikannya pondok pesantren ditujukan untuk mentransmisi atau menyebar luaskan ajaran universalitas Islam ke seluruh pelosok bumi Nusantara. Kedua, pondok pesantren hadir sebagai repon terhadap situasi dan kondisi sosial kultural masyarakat yang dihadapkan pada permasalahan degradasi moral, yang ikut merubah kontrusksi sosial yang ada dalam masyarakat.

Pondok pesantren memiliki kontribusi besar dalam dunia pendidikan politik bagi para santri, hal tersebut ditujukan agar para santri tidak terjebak dari pragmatisme politik praktis, karena hakikatnya politk  adalah suatu alat atau media yang baik untuk mencapai tujuan hidup bernegara yang baik, namun kerap kali politik dijadikan sebagai untuk mendapatkan kekuasaan dan melanggengkan kekuasaan yang di dapat, sehingga tujuan politik menjadi tidak tepat. Maka dari itu penting adanya pendidikan politik yang baik untuk mengembalikan fitrah dari tujuan politik. Pendidikan politik bisa dimulai dari membina kesadaran warga negara Indonesia, termasuk warga pesantren di seluruh Indonesia akan “ HAK” dan “ KEWAJIBAN “ sebagai warga negara.

Pendidikan politik disebut pula sebagai political forming atau politis chae bildung. Disebut “forming” karena terkadung intensi untuk membentuk insan politik yang menyadari status atau kedudukan politiknya ditengah masyarakat. Dan disebut “Bulding” pembentukan atau pendidikan diri sendiri, karena istilah tersebut menyangkut aktivitas : membentuk diri sendiri, dengan kesadaran penuh dan tanggung jawab sendiri untuk menjadi insan politik. (Kartono, 2009:63).

Pendidikan politik adalah upaya edukatif yang internasional, disengaja dan sistematis untuk membentuk individu sadar politik, dan mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis atau moral dalam mencapai tujuan-tujuan politik (Kartono,2002:64). Fungsi pendidikan  politik menurut Kartini Kartono (2009:57) adalah memberikan sumbangan besar terhadap roses demokrasi yang semakin maju dari semua individu (rakyat) dan masyarakat atau struktur kemasyarakatan. Dengan prinsip-prinsip realistis, lebih manusiawi, dan berlandaskan hukum formal dalam menggalangkan komunitas politik yang modern.

Menurut Kartini Kartono (2009:698-69) terdapat dua tujuan utama pendidikan politik. Pertama, membuat rakyat (individu, kelompok, klien, anak didik, warga masyarakat, rakyat) mampu memahami situasi sosial politik penuh konflik, berani bersikap tegas memberikan kritik membangun terhadap konsep masyarakat yang tidak mantap, aktivitasnya diarahkan pada proses demokratisasi individu atau perorangan dan demokratisasi semua lembaga kemasyarakatan serta lembaga negara, serta sanggup memperjuangkan kepentingan dan ideologi tertentu, khususnya yang berkolerasi keamanan dan kesejahteraan hidup bersama. Kedua, memperhatikan dan mengupayakan Peranan insani dari setiap individu sebagai warga negara (melaksanakan relasi diri atau aktualisasi diri dari dimensi sosial), mengembangkan semua bakat dan kemampuannya (aspek kognitif, wawasan, kritis, sikap positif, keterampilan politik), Agar orang bisa aktif  berpartisipasi dalam proses politik, demi pembangunan diri, masyarakat sekitar, bangsa dan negara.

Dewasa ini pesantren tidak dapat dipungkiri telah bergeser menjadi satu bagian penting dari media kampanye para politikus yang sangat di perhitungan dalam electoral vote. Hal tersebut terbukti dengan seringkalinya pesantren dijadikan sebagai dalil argumentatif dan afirmasi politik oleh para politikus dalam upaya mendapatkan kekuasaan dalam kontentasi politik baik pada tingkat lokal maupun tingkat nasional. Sebagai contoh yakni pada Pemilihan Presiden tahun 2019, baik dari kubu Joko Widodo maupun dari kubu Prabowo Subianto sama-sama menggunakan pesantren sebagai media kampanye mereka. Berkaitan dengan tersebut, maka para santri di pesantren harus di bekali dengan pendidikan politik yang baik, agar para santri mampu “melek” terhadap politik. Pendidikan Politik menurut Kosasih Djahiri (1995:18) adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan warga suatu negara untuk memahami, mencintai dan memiliki rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap bangsa, negara dan seluruh perangkat kelembagaan yang ada di Indonesia.

Adapun pendidikan politik di Indonesia telah diatur dalam Intruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik Generasi Muda (1982 :2), dalam isi dari Intruksi Presiden ini dijelaskan bahwa pada prinsipnya pendidikan politik generasi muda merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan bernegara guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa Indonesia.

Dewasa ini pendidikan politik telah menjadi salah satu ragam pendidikan yang turut dibangun dan ditumbuh kembangkan di pondok pesantren. Meskipun pendidikan politik tersebut tidak dimasukan secara langsung ke dalam kurikulum ataupun sistem pendidikan yang terdapat dalam pesantren. Namun, dengan adanya berbagai aktivitas seperti musyawarah, pengkajian atau orasi ilmiah mengenai hukum, kenegaraan, hak asasi manusia, permasdalahan sosio kultural masyarakat dan permasalahan mengenai perpolitikan nasioanal,  menjadikan pesantren sebagai laboratorium pendidikan politik para santri. Nilai-nilai dasar pendidikan politik yang telah diberikan akan sangat menunjang kehidupan mereka ketika dan pasca menjadi santri, dalam hal memahami perpolitikan yang sedang bergulir, menggunakan hak politik, menentukan orientasi politik, serta dalam merepresentasikan hak dan orientasi politiknya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aljabiri, Muhammad Abid. 2001. Agama, Negara, dan Penerapan Syariah. Yogyakarta:

Fajar Pustaka Baru.

Kafrawi, H. 1978. Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: Cemara Indah.

Siradj, Said Aqil. 1999. Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi

Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah.

Fealy, Iqbal, Greg Barton. 2010. Tradisionalisme Radikal Persinggungan Nahdatul Ulama-

Negara. Yogyakarta: LkiS.

Dhofier, Zamakhsyari. 1983. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan hidup Kyai.

Jakarta: LP3S. 

Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar – Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta: PT 

Gramedia Pustaka Utama.

Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa.

Bandung : CV. Mandar Maju.

Sunarso. 2007 . Pendidikan Politik dan Politik Pendidikan. Yogyakarta: FISE UNY. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Politik Identitas dan Multikulturalisme

Dinamika Politik Identitas dan Multikulturalisme di Indonesia Setiap negara pasti memiliki dimensi keejarahan identitas dan politik identi...